KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT

Sertifikat yang dikeluarkan merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Ini berarti sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkaran di Pengadilan.

Sebagai kelanjutan dari pemberian perlindungan hukum kepada pemegang sertifikat dinyatakan dalam Ketentuan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997
Ayat 1: Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya.
Ayat 2: Dalam hal sudah diterbitkan sertifikat secara sah ………, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertifikat itu tidak mengajukan keberatan……
Dalam Hukum Adat dikenal adanya lembaga yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dalam rangka menutupi kelemahan-kelemahan dari sistem yang ada, yaitu lembaga lampau waktu (Rechtsverwerking). Hukum Adat tidak mengenal “aquisitieve verjaring”. Dalam Hukum Adat jika seseorang sekian lama membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah tersebut dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan iktikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanahnya itu. Konsep inilah yang diambil oleh Hukum Agraria kita sebagai suatu lembaga Rechtsverwerking.

Konstruksi hukumnya adalah apabila selama lima tahun pemegang hak atas tanah semua lalai untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan sifat dan tujuan haknya, serta membiarkan hak atas tanahnya dikuasai dan didaftarkan oleh pihak lain yang beritikad baik dan ia tidak mengajukan gugatan ke pengadilan, berarti yang bersangkutan telah menelantarkan tanahnya dan kehilangan haknya untuk menggugat.

Penyelenggara pendaftaran tanah ialah Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan Pelaksana pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu berdasarkan UU. PPAT ialah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam perundang-undangan yang bersangkutan yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan.
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agraria/Kepala BPN. Sebelum ada PPAT tetap dapat ditunjuk PPAT sementara yaitu Pejabat Pemerintah yang menguasai daerah yang bersangkutan (Kepala Desa).
Dalam penjelasan umum dikemukakan bahwa akta PPAT merupakan sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri Agraria/Kepala BPN. Ajudikasi ialah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya meliputi:
1.Pengumpulan dan pengolahan data fisik
2.Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya
3.Penerbitan sertifikat
4.Penyajian data fisik dan data yuridis
5.Penyimpanan daftar umum dan dokumen

Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis diadakan perbedaan antara pembuktian hak-hak baru dan hak lama. Hak baru ialah hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak mulai berlakunya PP 24/1997. Sedangkan hak-hak lama ialah hak-atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya UUPA dan hak-hak yang belum didaftar menurut PP 10/1961.

Untuk keperluan pendaftaran :
Hak atas tanah baru dibuktian dengan:
1.Penetapan pemberian hak
2.Asli akta PPAT
3.Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan.
4.Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf
5.Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan
6.Hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

Untuk pembuktian hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi, dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftar hak. Bukti-bukti tersebut dapat berupa:
1.Grosse akta hak eingendom
2.Surat tanda bukti hak milik
3.Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA 9/1959
4.Surat keputusan pemberian hak milik
5.Akta pemindahan hak dibawah tangan maupun yang dibuat PPAT
6.Akta ikrar wakaf
7.Risalah lelang
8.Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah
9.Petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia
10.Surat keterangan riwayat tanah.